Skip to main content

Budaya Indonesia

follow us

Wisata Sejarah dan Budaya Candi Borobudur

Candi borobudur merupakan salah satu peninggalan sejarah dari masa kerajaan Hindu Buddha di Indonesia. Candi ini adalah tempat persembahyangan umat Buddha yang dibangun khusus oleh kerajaan yang berkuasa di tanah Jawa. Lokasi candi berada di pegunungan menyiratkan bahwa arsitektur bangunan ini mengambil simbolisme alam. Bangunan candi dapat disamakan dengan piramida, hanya letak dan fungsinya sedikit berbeda. Keunikan serta keeksotisan Candi ini membuat banyak wisatawan dari dalam maupun luar negeri datang untuk berkunjung menikmati keindahan candi ini. Selain arsitektur bagian luar, terdapat relief-relief yang dibuat rapi pada dinding bangunan dan berkisah tentang banyak hal baik terkait agama hingga kehidupan sehari-hari.
Sebagai destinasi wisata, pemerintah Indonesia secara khusus menerapkan pola pengembangan yang terarah dan terencana. Dengan sistem pengelolaan satu pintu, wisatawan lokal maupun asing akan merasa nyaman dan tenang ketika berwisata di lingkungan candi Borobudur. Secara lokasi, candi ini terletak di provinsi Jawa tengah, tepatnya di kabupaten Magelang dan berbatasan dengan daerah istimewa Yogyakarta. Letaknya dekat dengan pegunungan sehingga perjalanan ke arah candi akan sangat menarik karena pemandangan alami yang disajikan.


Sejarah Candi Borobudur
Pulau Jawa dikuasai oleh dua wangsa besar pada abad ketujuh hingga kesembilan. Mereka adalah wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Candi Borobudur dibangun pada masa kerajaan Mataram kuno yang pada waktu itu diperintah oleh Sri Samaratungga. Para ahli memperkirakan pembangunan candi ini membutuhkan waktu lebih dari lima puluh tahun dan diselesaikan pada tahun 825 Masehi. Meskipun dibangun sebagai tempat ibadah agama Buddha, pembangunan candi juga melibatkan pemeluk agama lain. Hal itu menunjukkan bahwa toleransi agama telah terjadi pada masa lampau bahkan mereka tolong menolong dalam pembangunan tempat ibadah.
Setelah kekuasaan Mataram Kuno di Jawa tengah berangsur-angsur hilang, candi menjadi kehilangan fungsi dan keberadaannya terlantar. Letak candi yang berdekatan dengan Gunung Merapi ini menjadi sangat riskan dan beresiko untuk tetap digunakan sebagai tempat ibadah. Selain itu, kondisi politik di Jawa telah berubah menyusul berpindahnya pusat kekuasaan Mataram kuno ke Jawa Timur. Candi Borobudur masih terlantar bahkan tak diketahui keberadaannya akibat ditumbuhi belukar dan pepohonan. Perkembangan agama islam menjadi salah satu faktor tidak digunakan lagi candi karena sebagian besar masyarakat sekitar telah memeluk agama Islam.
Pada pemerintahan Inggris, Thomas Raffles memerintahkan untuk melakukan penggalian besar-besaran terhadap keberadaan candi ini. Sejak saat itu, masyarakat dunia mulai mengenal keberadaan candi Borobudur melalui buku history of java yang ditulis oleh Raffles. Kondisi candi pada masa itu belum seperti saat ini karena telah terpendam ratusan tahun sehingga membutuhkan penanganan khusus oleh para ahli. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah berkerjasama dengan UNESCO melakukan pemugaran besar-besar untuk mengembalikan candi ke bentuk aslinya. Hasilnya dapat dilihat hingga saat ini dimana wujud candi yang menjulang setinggi 40 meter berdiri kokoh di puncak bukit.


Bagian-bagian Candi Borobudur
Telah dijelaskan bahwa perancangan candi borobudur didasarkan pada kondisi alam yang saat itu sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Candi ini berbentuk bujur sangkar dan memiliki teras-teras sebanyak enam tingkat sehingga dapat dikatakan bangunan ini berlantai enam. Bangunan ini mencerminkan keselarasan ilmu arsitektur dan estetika yang diwujudkan oleh konsep candi yang menjulang tinggi di atas bukit. Para ahli berpendapat struktur punden berundak atau piramida bertingkat merupakan ciri khas bangunan yang ada di Indonesia sejak masa prasejarah. Banyak bangunan dengan ciri yang sama ditemukan di Indonesia menunjukkan bahwa candi ini masih memiliki unsur kearifan lokal.
Ajaran Buddha menjadi patokan dasar dalam pembangunan candi ini dan secara umum para ahli mengelompokan bangunan menjadi tiga bagian. Bagian terbawah candi disebut kamadhatu yang melambangkan dunia diliputi oleh nafsu atau kama. Bagian ini terdiri dari sembilan teras yang masing-masing terdapat relief. Setiap teras melambangkan suatu kehidupan dan digambarkan dengan jelas dalam relief yang dimaksud. Pada masa pembangunan candi, bagian ini mengalami perubahan karena konstruksi candi menyesuaikan dengan kondisi alam. Secara kasat mata, para wisatawan tidak akan melihat bagian ini sebab tertutup oleh tanah dan pengelola sengaja untuk tidak melakukan penggalian untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Tingkatan selanjutnya adalah Rupadhatu. Bagian ini merupakan bentuk nyata yang dapat dilihat oleh semua orang dan mewakili sebagian besar kondisi bangunan candi. Ruphadatu melambangkan dunia kedua yaitu alam yang telah terbebas dari nafsu namun belum terbebas dari bentuk fisik. Bagian candi Borobudur ini memiliki beberapa arca Buddha yang berjumlah sekitar 432, meski sebagian besar telah tiada. Sebagai bagian peralihan dari dunia bawah ke tingkat paling tinggi, terdapat sisi yang menggambarkan perjalanan manusia dalam relief Ruphadatu. Pengunjung bisa menyusuri teras yang berjumlah empat dari satu sisi ke sisi lain sambil menikmati keunikan dan keindahan relief. Sebanyak 1300 gambar dipahatkan dalam dinding tersebut dengan berbagai cerita yang berkaitan dengan agama Buddha.
Terakhir adalah Aruphadatu yaitu bagian yang berelief dari tingkat lima hingga ke atas mendekati tingkat tujuh. Bagian ini melambangkan dunia atas yang telah dicapai manusia ketika ia terbebas dari nafsu dan rupa. Manusia belum mencapai nirwana karena puncak yaitu stupa inti merupakan tujuan akhir dari perjalanan kehidupan manusia. Berdasarkan ketiga bagian di atas dapat diketahui bahwa pembangunan Candi Borobudur tidak hanya berkaitan dengan aspek arsitektur tetapi juga kehidupan budaya dan agama. Candi menjadi tempat untuk merefleksikan apa yang terjadi di masyarakat pada masa itu sehingga dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi generasi masa depan.

Daya Tarik Borobudur
Sebagai tujuan wisata, candi Borobudur memiliki banyak hal yang mampu mengundang wisatawan untuk betah datang. Daya tarik utama candi ini adalah bentuk arsitektur yang unik dan kokoh meski telah berusia lebih dari seribu tahun. Bangunan ini menunjukan betapa hebat arsitek pada masa lalu karena candi lebih dari sekadar tempat untuk beribadah. Hingga saat ini, para ahli masih melakukan penelitian secara menyeluruh struktur bangunan candi baik luar maupun dalam untuk menguak misteri secara jelas. Wisatawan juga tertarik dengan kegiatan budaya dan keagamaan yang diselenggarakan di candi ini. Sejak bangunan ini resmi dibuka, umat Buddha mengembalikan kembali fungsi candi sebagai tempat ibadah dan setahun sekali pada hari waisak mereka berkumpul.
Untuk menarik lebih banyak wisatawan, pengelola menyelenggarakan pendas tari dan kesenian lainnya pada hari-hari tertentu. Wisatawan dapat menyaksikan sendratari berlatar belakang kemegahan candi pada malam hari. Selain itu, sarana akomodasi telah mengalami perbaikan dari akses jalan, hotel dan penginapan, hingga pusat informasi. Pengunjung dapat menyewa pemandu untuk lebih mengenal candi Borobudur lebih dalam. Untuk masuk ke tempat wisata ini, wisatawan dalam negeri dikenakan biaya Rp 30.000 untuk dewasa dan Rp 12.500 untuk anak-anak. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara, mereka dikenakan tarif $20 untuk dewasa dan $10 untuk anak-anak.
Agar mudah mengakses Blog ini di smartphone, klik ikon 3 titikdi browser Chrome kemudian pilih "Tambahkan ke layar utama".

You Might Also Like: